Kuliah Tamu: Tantangan Birokrasi Anggaran Desa

IMG-20250308-WA0003
Artikel

Kuliah Tamu: Tantangan Birokrasi Anggaran Desa

Pembangunan desa idealnya harus direncanakan secara partisipatif. Namun, dalam proses pelaksanaannya tidak serta merta berjalan mulus. Tantangannya beragam dan kompleks, di antaranya birokrasi anggaran desa. 

Kepala Desa Mekarsari, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Ajie Nugraha, S.ST., M.AP, menyampaikan refleksinya dalam Kuliah Tamu untuk Mata Kuliah Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaaan (POLPPP). Adapun tema kali ini Dinamika Pembangunan dan Pemanfaatan Data Desa. Acara diselenggarakan di Kampus Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), IPB University (6/3/2025). 

Nugraha menjelaskan tahapan pembangunan desa, “Tahap pertama, musyawarah dilakukan berbagai jenjang, dimulai RT, RW, dusun, kemudian diangkat tingkat desa atau yang dikenal dengan musyawarah desa atau musdes. Selanjutnya, disusun rencana kerja pemerintah desa atau RKPDes. Setelah itu, disusun APBD tingkat desa. Dari sinilah baru bisa dieksekusi menjadi kegiatan pembangunan desa”. 

Dalam pelaksanaannya, proses pembangunan desa tidak serta merta berjalan mulus. Tantangan dalam pembangunan desa beragam dan kompleks, salah satunya birokrasi anggaran desa.  

Nugraha berujar, “Pembangunan desa itu tidak semudah yang dibayangkan. Salah satu instrumen penting dalam pembangunan adalah dana desa. Untuk menyusun rancangan kegiatan dari belanja dana desa, tidak bisa semau kita. Dana desa sudah diatur alokasinya melalui peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Desa dan PDT, Kementerian Keuangan, juga pemerintah daerah. Jadi, terkadang apa yang disepakati dalam musyawarah desa tidak bisa diwujudkan, karena aturan yang ada tidak dapat mengakomodasi kegiatan itu”.  

Kondisi internal maupun eksternal desa juga berperan dalam dinamika pembangunan. 

Nugraha menambahkan, “Dalam memimpin desa, saya tidak hanya mengatur perangkat desa. Tetapi, desa memiliki lembaga-lembaga lain, dari mulai BPD, RT/RW, para kader, maupun lembaga desa lainnya. Lembaga-lembaga desa itu juga memiliki kepentingan pada bidangnya masing-masing, sehingga membangun keselarasan antar lembaga pun memerlukan waktu. Di sisi lain,  masyarakat yang tidak memahami adanya tahapan pembangunan desa, turut menuntut pemerintah desa untuk mengakomodir seluruh hasil musyawarah desa. Ditambah juga, tekanan struktural dari pemerintah pusat dalam menjalankan program-program strategisnya, seperti kini ketahanan pangan, atau yang terbaru terkait Koperasi Desa Merah Putih, turut membentuk tantangan baru bagi desa untuk mengatur proses pembangunan”. 

Pembangunan desa juga dihadapkan dengan minimnya data yang akurat guna perencanaan pada level desa. 

Nugraha berkata, “Urgensi data presisi ini menjadi penting bagi desa. Kenapa ? Desa memiliki keterbatasan dalam anggaran maupun kewenangan, sedangkan kebutuhan dan tuntutan pembangunan itu banyak. Maka, desa perlu data yang dapat menggambarkan secara riil kondisi lokal untuk membantu dalam menentukan skala prioritas pembangunan.” 

Desa Mekarsari menjadi satu-satunya desa di Kabupaten Garut yang telah melakukan pendataan melalui metode Data Desa Presisi (DDP). Melalui DDP, terdapat berbagai data lokal yang dapat digunakan desa untuk merancang pembangunan, terutama untuk pemenuhan kebutuhan dasar sandang, pangan, maupun papan.  

“Kami bersyukur menjadi satu-satunya desa yang memiliki data akurat melalui metode DDP. DDP membantu kami memetakan secara riil warga yang rumahnya tidak layak huni, stunting, atau terkategori miskin, menurut berbagai versi, seperti BPS, undang-undang fakir miskin, maupun World Bank. Melalui data ini, ke depan desa mampu menjawab tantangan pembangunan agar berdampak positif bagi masyarakat” ujar Nugraha. 

Meskipun DDP menyajikan data sehingga membantu desa, menurut Nugraha diperlukan rekognisi pemanfaatan tingkat nasional. 

Ia menyatakan, “Memang DDP sudah bisa menyajikan dengan baik data yang kami butuhkan, tetapi data bansos atau BLT itu kan tingkat kementerian yang memutuskan. Kewenangan desa yang terbatas juga akhirnya menyebabkan pemanfaatan data yang disajikan DDP ini belum maksimal”.  

Nugraha menyampaikan pesan, “Desa adalah masa depan Indonesia. Mahasiswa harus mempersiapkan diri dengan belajar sungguh-sungguh serta memanfaatkannya untuk membangun desanya masing-masing”.  

Penulis: Rifaldi Cahyanto

Editor: Ivanovich Agusta