Detail Artikel Mahasiswa

  • home
  • Detail Artikel Mahasiswa

Weekly Updates on KPM present - 13 Maret 2024

MBKM dan SKPM, Bagaimana Ungkapan Realitas dari Dosen dan Mahasiswa?

 Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) menerapkan program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) sebagai salah satu bentuk implementasi kebijakan sistem pendidikan nasional yang dijalankan oleh IPB University. MBKM dirancang untuk mencetak pembelajar yang tangguh dan lincah, namun dalam proses pengimplementasiannya terdapat pro dan kontra terkait apa yang dirasakan dari kalangan mahasiswa, benarkah itu?.

 

Pemerintah Indonesia telah mengerahkan berbagai strategi dan kebijakan demi terciptanya pendidikan yang berkualitas untuk membentuk generasi muda yang siap menaklukkan masa depan. Sejak tahun 2020, Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) menjadi program pembelajaran yang diberlakukan di Indonesia. Sistem pembelajaran tersebut berlandaskan pada Pasal 18 Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. IPB menerapkan MBKM dalam kerangka Kurikulum 2020 (K2020) yang mencakup 5 komponen capaian pembelajaran, yaitu Common Core Courses (mata kuliah PPKU IPB), Foundational Literacies and Academic Core Courses (mata kuliah dasar dan wajib di departemen), In-Depth Courses (mata kuliah pendalaman atau peminatan), Final Year Project (capstones, KKN-T, magang), serta Enrichment Courses (mata kuliah pengayaan).

 

Departemen SKPM FEMA IPB menerapkan program MBKM sebagai respon terhadap kebijakan pendidikan di tingkat nasional yang kemudian diimplementasikan oleh IPB. Tujuan penerapan sistem ini yaitu untuk mencetak pembelajar yang tangguh (agile learner) pada era disrupsi, dimana era ini menunjukan arus perubahan dan perkembangan inovasi yang terjadi secara masif. Dalam capainya, Hana Indriana, SP, M.Si selaku Sekretaris Departemen SKPM mengungkapkan, “program pembelajaran MBKM yang dijalankan dalam kerangka Kurikulum 2020 ini ditujukan agar para mahasiswa memiliki 4’Cs kompetensi yaitu critical thinking, creative thinking, communicating, dan collaborating,”.

 

Salah satu komponen Kurikulum 2020 yang disoroti adalah Enrichment Course (EC). Mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah pengayaan yang memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri baik akademik maupun bakat dan minat. Terdapat tujuh mata kuliah Enrichment Course (EC) yaitu EC. 1 dan EC. 2 - mahasiswa mengambil mata kuliah di program studi lain di IPB, EC.3 - mahasiswa mengambil mata kuliah (credit earning) di perguruan tinggi dalam negeri atau luar negeri, EC. 4 mahasiswa mengikuti kegiatan di perguruan tinggi luar negeri (International Academic Exchange Programme) atau mengikuti konferensi internasional, EC. 5 - mahasiswa mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) atau kegiatan kompetisi, EC. 6 - mahasiswa mengikuti skema pengembangan keahlian sesuai capaian pembelajaran (learning outcome) seperti pengembangan radio kampus, pengembangan masyarakat desa di sekitar kampus, program lingkungan hidup yang diinisiasi dan dijalankan oleh mahasiswa bersama organisasi kemahasiswaan di IPB, dan EC. 7 - mahasiswa merancang dan menjalankan proyek inovasi mahasiswa seperti sanggar juara, rumah literasi digital, bank sampah, energi pedesaan, dan sebagainya. “Keunggulan dari adanya MK EC ini adalah agar dapat memberikan ruang kepada mahasiswa untuk berkembang, baik hard skill maupun soft skill dalam memperoleh kompetensi sebagai mahasiswa yang agile, serta menjadi lulusan IPB yang berkualitas,” ungkap Sekretaris SKPM tersebut dalam jumpa wawancara Jumat (8/3).

 

Serupa dengan pernyataan yang telah diuraikan, pada sisi mahasiswa merasakan manfaat secara langsung dari penerapan sistem pembelajaran yang ada. Seperti yang disampaikan oleh salah satu mahasiswa SKPM 57 Diana Alfiani yang mengungkapkan,  “Sistem EC menjadi poin plus SKPM dibandingkan departemen lain, sudah ada target yang jelas dalam satu semester mahasiswa harus melakukan kegiatan apa. Bahkan, untuk orang yang mungkin belum punya rencana kegiatan di kampus, itu sangat membantu.” Lebih lanjut, Diana mengungkapkan bahwa mahasiswa memiliki pilihan untuk membuat sistem EC yang ada menjadi sesuai dan linear dengan apa yang sebenarnya mahasiswa tuju.

 

Seraya dengan pendapat Diana, Pujangga seorang Mahasiswa SKPM 58 berbicara bahwa dengan adanya pembagian sistem EC membuat mahasiswa lebih terstruktur, merasakan berbagai hal, dan lebih siap. “Adanya sistem ini, saya jadi terpaksa melakukan berbagai banyak hal,” ujarnya. ‘Terpaksa’ dalam konteks tersebut menyatakan bahwa ia menjadi merasakan banyak hal baru, dimana sebelumnya tidak pernah terpikirkan untuk dilakukan.

 

Disisi lain, terdapat keluhan dan keresahan adanya pematenan sistem EC, seperti Diana mengungkapkan keresahan yang dirasakan oleh mahasiswa. “Konsepnya sudah bagus, namun dalam realita pelaksanaannya masih banyak kendala-kendala perihal waktu, prioritas, dan sebagainya.” Kemudian untuk mengikuti kegiatan-kegiatan MBKM, mahasiswa masih harus mempertimbangkan waktu yang akan terpakai, mengingat banyaknya tugas yang ada.


Selain itu, Jangga juga mengungkapkan pendapatnya mengenai penerapan EC. Adanya sistem EC satu hingga tujuh merupakan sebuah hal yang sedikit pro dan kontra. Tidak jarang dengan hadirnya EC menjadikan mahasiswa terkekang karena tidak bisa bebas memilih apa yang diinginkannya. “Ketika saya mau mencoba beberapa hal, seperti magang atau diluar keprofesian, tetapi hal tersebut tidak bisa dilakukan di KPM,” ungkapnya. Ia juga menyampaikan untuk konteks merdeka belajar yang diberikan oleh pemerintah, tidak sepenuhnya merdeka di SKPM.

 

Demi mencapai implementasi MBKM K2020 yang  sesuai serta optimal, evaluasi sangat diperlukan sebagai sarana refleksi dan perbaikan. Beberapa pernyataan diungkapkan oleh Hana terkait evaluasi yang ada, baik dari sisi pengajar maupun sisi pembelajar. Salah satunya adalah masih terdapatnya misinformasi dalam pemahaman dan interpretasi mahasiswa terkait MBKM K2020. Beliau menyebutkan hal tersebut bisa saja terjadi dikarenakan kurangnya mahasiswa dalam menyimak secara baik ketika berlangsungnya  ruang-ruang diskusi dan sosialisasi terkait pelaksanaan MBKM K2020 khususnya di SKPM, dengan kata lain hanya sekedar menghadiri kegiatan sosialisasi.

 

Selain itu, masih terdapat kasus kurangnya komunikasi dari mahasiswa dalam pelaporan kegiatan MBKM yang diikuti. Pada umumnya mahasiswa hanya melaporkan ketika kegiatan sudah selesai tanpa melaporkan awal dan proses kegiatan berlangsung.  Di samping itu, tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat pihak pengajar atau dosen yang kurang cepat merespon dan kurang intensif dalam menanyakan progress pemenuhan Enrichment Courses kepada mahasiswanya.

 

Interaksi dan komunikasi menjadi hal utama yang harus diperbaiki. Dengan banyaknya fasilitas dan ruang diskusi yang tersedia, diharapkan mahasiswa menjadi lebih proaktif. Respon dari dosen diharapkan dapat lebih intensif dalam memantau dan memperhatikan progress mahasiswa bimbingannya. Terakhir, sebelum menutup pembicaraannya, Hana menerangkan bahwa mahasiswa sangat diperbolehkan menyampaikan pertanyaan secara langsung kepada pihak pengajar dan tim sekretariat akademik agar mendapatkan informasi mengenai seputar penyelenggaraan MBKM di Departemen SKPM secara gamblang.

 

Penulis: Siti Salwa Sta’wanah, Zaffar Nur Hakim

Editor: Zaffar Nur Hakim

Penanggung Jawab: Eratri Rizki Hermaliah